ETIKA PROFESI 8 : HKI (HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL)
Pada Senin, 30 Oktober ini merupakan pertemuan kesembilan pembahasan mata kuliah etika profesi bagi mahasiswa prodi Sistem Informasi UNEJ. Jika pada pertemuan sebelumnya kita membahas mengenai materi peraturan dan regulasi di bidang IT, pada pertemuan kali ini materi yang dibahas adalah HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Semoga tulisan ini bisa membantu teman-teman memahami materi ini ya:D.
Sebelumnya, ada Dasar Hukum yang dipakai untuk referensi yakni :
- UU Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta
- UU Nomor 13 Tahun 2016 mengenai Paten
- UU Nomor 20 Tahun 2016 mengenai Merek dan Indikasi Geografis
- PP Nomor 16 Tahun 2020 mengenai Ciptaan dan Produk Hak Terkait
HKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Setiap hak yang digolongkan ke dalam HKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HKI. Tujuan dari penerapan HKI yang pertama, antisipasi kemungkinan melanggar HKI milik pihak lain, kedua meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual, ketiga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
Hak Cipta terdapat pada UU Nomor 28 Tahun 2014.
- Hak Cipta : Hak Eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
- Pencipta : Seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama 0 sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
- Ciptaan : Setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
- Pemegang Hak Cipta : Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
- Hak Terkait : Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.
Adapun masa pelindungan ciptaan, yaitu :
- Perlindungan Hak Cipta : Seumur Hidup Pencipta + 70 Tahun.
- Program Komputer : 50 tahun Sejak pertama kali dipublikasikan.
- Pelaku : 50 tahun sejak pertama kali di pertunjukkan.
- Produser Rekaman : 50 tahun sejak Ciptaan di fiksasikan.
- Lembaga Penyiaran : 20 tahun sejak pertama kali di siarkan.
Selanjutnya adalah hak paten. Terdapat pada UU Nomor 13 Tahun 2016 Pasal 1.
- Paten : Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
- Invensi : Ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
- Inventor : Seorang atau beberapa orang yang menuangkan ide ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
- Lisensi : Izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka aktu dan syarat tertentu.
- Royalti : Imbalan yang diberikan untuk penggunaan hak atas paten.
Merek, yang terdapat dalam UU Nomor 20 Tahun 2016 Pasal 1.
- Merek : Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur untuk membedakan barang dan/atau jasa.
- Merek Dagang : Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.
- Merek Jasa : Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
- Hak atas Merek : Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Merek yang tidak dapat didaftarkan adalah :
- Merek yang bertentangan dengan ideologi negara, undang-undang, agama, kesusilaan, dan kepentingan umum.
- Memiliki kesamaan dengan merek yang sudah didaftarkan.
- Mengandung unsur yang dapat menyesatkan masyarakat.
- Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, dan khasiat suatu barang atau jasa.
- Tidak memiliki pembeda dengan merek lain.
Adapun pengajuan merek yang ditolak :
- Merek sudah didaftarkan oleh pihak lain.
- Merek terkenal milik pihak lain.
- Menyerupai merek terkenal tanpa perizinan.
- Merek tiruan.
Contoh dari kasus pelanggaran HKI di Indonesia adalah kasus pelanggaran hak cipta Warkop DKI. Pada tahun 2021, grup lawak Warkopi yang dianggap mirip grup kawakan Warkop Dono Kasino dan Indro (Warkop DKI) menjadi perbincangan publik. Warkopi yang terdiri dari Alfin Dwi Krisnandi, Alfred Dimas Kusnandi dan Sepriadi Chaniago dianggap telah melanggar hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh Warkop DKI. Selain memiliki hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi, Warkop DKI juga telah menjadi merek dagang. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual pun telah menyatakan Warkopi melanggar hak cipta yang dimiliki Lembaga Warkop DKI selaku pemegang hak eksklusif yang sah atas merek dan nama Warkop DKI. Namun, permasalahan ini telah diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
Sumber artikel : Kompas.com dengan judul "Contoh Kasus Hak Cipta" artikel sumber.
Komentar
Posting Komentar